Pembangunan di Indonesia merupakan amanat konstitusi (UUD 1945). Ditegaskan bahwa tujuan Negara Indonesia adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Jalan satu-satunya untuk mencapai tujuan itu adalah pembangunan nasional yang meliputi semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi, maupun sosial budaya bahkan pertahanan-keamanan.
Bagi negara berkembang seperti Indonesia pembangunan merupakan langkah awal yang dilakukan untuk tercapainya peningkatan kualitas hidup masyarakat dan tersebarnya hasil-hasil pembangunan secara merata. Seers menitikberatkan tujuan pembangunan pada tiga hal yaitu untuk mengurangi kemiskinan, menanggulangi pengangguran, dan mengatasi ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya (Seers dalam Sudjana, 2004: 178). Indonesia cukup lama tertinggal dalam pembangunan infrastruktur. Akibatnya, muncul kesenjangan antarwilayah, pertumbuhan ekonomi antardaerah tidak berimbang, dan banyak potensi ekonomi daerah yang tidak diberdayakan. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia jadi rentan gejolak ekonomi dan cukup lama berkutat pada zona lesu. Permasalahan inilah yang menjadi landasan terbentuknya kebijakan pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Presiden Joko Widodo.
Giatnya pemerintah menggalakan pembangunan infrastruktur di seluruh pelosok negeri merupakan upaya yang bertujuan untuk membangun ekonomi yang berkeadilan, mengurangi tingkat kemiskinan, dan mengurangi tingkat pengangguran. Hebatnya, kebijakan pembangunan infrastruktur ini tidak menjadi omongan pejabat semata. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, bahwa dampak dari kebijakan pembangunan ini mulat terasa. Saat ini, Rasio Gini Indonesia pada September 2016 berada pada angka 0,394, menurun dari angka 0,41 pada 2015. Pada Maret 2017 Ratio Gini juga bergerak turun meskipun penurunannya hanya 0,001. Selain itu, sejak kuartal keempat tahun 2016, pemerintah berhasil membalikkan ekonomi yang sebelumnya melambat.
Upaya menurunkan ketimpangan bukanlah sesuatu yang mudah. Hal ini pun juga diakui oleh pemerintah. Pemerintah sadar bahwa ketimpangan ekonomi masih terlihat nyata dalam masyarakat. Permasalahan ini haruslah diatasi secara roadmad atau jangka panjang. Karena itulah pemerintah mengeluarkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi yang mencakup tiga area utama. Ketiga area itu adalah Kebijakan Pemerataan Lahan, Kebijakan Pemerataan Kesempatan, dan Peningkatan Kapasitas SDM. Namun, untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi Indonesia ini, pemerintah saja tidaklah cukup. Kita harus memakai teori kolaborasi. Perubahan sebuah kota bahkan tidak cukup hanya mengandalkan peran pemerintah tetapi juga harus melibatkan, pengusaha, masyarakat, dan media. Pemerintah mempunyai political power, pengusaha mempunyai capital power, masyarakat termasuk di dalamnya komunitas mempunyai social power, dan media mempunyai information power. Masing-masing sektor ini mempunyai nilai perubahan sebesar 25% sehingga ketika digabungkan akan terjadi perubahan yang bernilai 100%,