Secuil Kisah Trilogi di SMA Taruna Bakti (Testing Hari Pertama)
Mei 19, 2013
Sabtu pagi, 27 April 2013. Sekitar jam 6.30 pagi, gue sedang bersiap-siap untuk menghadapi hari besar yang akan gue jalani selama 2 hari kedepan. Yaitu, testing di SMA Taruna Bakti!! Ya, selama 2 hari kedepan gue akan ikut sebuah test kegantengan yang mungkin akan merubah hidup gue kedepannya (halah). Maka dari itu gue bener-bener bersemangat hari ini. Hari ini adalah test Matematika dan Bahasa Indonesia. Tapi bukan hanya gue (dan orang tua gue) yang bersemangat. Ternyata teman-teman gue juga bersemangat, salah satunya Rudi. Yang mengirimkan kata-kata penyemangat itu lewat Twitter. How sweet :)
Manis Sekali :) |
Sekitar jam 6.45 gue udah tampil dengan gantengnya untuk menghadapi test ini (aku tidak pakai baju ala Lee Min Ho disini. Hei, ini kan testing?!). Memakai seragam berlambang 43 dengan gagahnya, lengkap dengan lencana, kaus kaki sekolah dan jam Puma berwarna putih-merah. Dan gue terlihat begitu ganteng, unyu dan nasionalis. Tidak lupa juga gue bawa pasukan alat tulis yang dipakai saat Ujian Nasional kemaren, dengan alasan pengalaman. Sengaja gue pilih pensil yang dipake UN daripada pensil baru. Karena pensil baru kemungkinan masih grogi dalam menghadapi test besar seperti ini. Takut-takutnya nanti pas mau ngisi jawaban malah salah semua lagi. Oiya, tak lupa gue pakai jaket merah anti-air kesayangan gue, agar terlihat lebih jomblo. Menarik, bukan?
Jam 6.50 gue berangkat ke Taruna Bakti bareng Ayah gue, melewati jalan yang lebih rumit dan mungkin tidak ada dalam Google Earth. Akhirnya sekitar jam 7.10 gue sampai di Taruna Bakti. Saat gue sampai ternyata cukup banyak juga jomblo berkeliaran orang yang jual papan ulangan. Salut deh, mereka bahkan tau jadwal test di SMA Taruna Bakti, totally respect. Dan saat gue masuk ke gerbang, belum terlalu banyak siswa SMP lain yang mau nyari jodoh ikut test. Mungkin karena test dimulai jam 8 pagi, jadi siswa lain belum pada datang. Atau entah gue yang datang terlalu pagi, entahlah.
Beberapa menit kemudian udah cukup banyak siswa yang datang. Dan gue liat siswa yang akan jadi saingan gue benar-benar mengerikan. Tidak, mereka tidak membawa sniper untuk membius pengawas ke ruang ujian. Maksudnya adalah mereka kebanyakan berasal dari SMP 5, SMP 2, SMP 7, SMP 13, SMP Taruna Bakti, SMP Istiqomah dan berbagai macam SMP favorit di Bandung. Sementara gue sendiri bersekolah di SMPN 43 Bandung. Sekolah yang prestasi akademiknya bisa dibilang 'biasa aja' tapi tetap terkenal karena kejombloan gue eskul wajibnya (PMR, PKS, Paskhara dan Pramuka) yang sering jadi juara di Kota Bandung, bahkan Jawa Barat. Dan karena alasan itulah awalnya gue sempet gak yakin bakal diterima di sekolah ini. Eits, tapi pertandingan belum dimulai, gue gak boleh kalah sebelum bertanding :)
Gue menghadapi 'masalah' kedua disini. Yaitu....kelihatan jomblo dan kesepian (walaupun emang bener sih). Ya, SMP yang gue sebutin tadi dan SMP lainnya cukup banyak mengirimkan wakilnya untuk test di SMA Taruna Bakti, apalagi SMP Taruna Bakti yang bertindak sebagai tuan rumah. Jadi siswa SMP lain bisa tenang karena harapannya untuk dibilang forever alone berkurang, karena ada teman (bahkan pacar) yang menemani. Walaupun kemungkinan mereka nyontek amat kecil (karena di SMP orang), yang penting ada temen. Sementara gue? FYI, gue adalah satu-satunya perwakilan dari SMPN 43 Bandung yang ikut testing di SMA Taruna Bakti ini. Jadi, gue kesepian disini. Hanya ditemani kerupuk kulit, sebatang coklat dan cahaya dari Tuhan. Begitulah kira-kira. Jadi di depan gerbang masuk itu gue bisa dianggap 'kesepian didalam keramaian'. Gue hanya diam, pura-pura ganteng, lalu dipanah dan dijadikan babi guling. Tidak? Oke, mari ulangi. Gue hanya diam, pura-pura ganteng, berharap ada cewe cantik yang nyamper dan berharap tidak ada orang yang meneriaku gue dengan "Woy, lo jomblo ya?!" lalu mengarahkan shotgunnya ke arah gue, mengerikan. Tapi, ternyata ada juga yang tampaknya sendirian, kesepian seperti gue. Tapi, sangat disayangkan, orang itu ternyata laki-laki. Duh.
Cahaya dari Tuhan agar gue gak kelihatan jomblo tampaknya mulai bersinar sekitar jam 7.30 saat panitia menyuruh semua peserta test naik ke ruang ujian yang ada di lantai 4 (ya, empat). Setelah berjuang dengan sepenuh hati, akhirnya gue sampai di lantai 4. Lalu gue liat Tyani, temen SD gue yang ternyata ikut testing juga, dan begitulah. Setelah ini gue bingung, nyari ruang ujian. Gue kebagian di ruang 18, dan sepanjang mata memandang gue hanya liat ruang 1-11. Hampir aja gue lompat dari lantai 4 karena putus asa, tapi gue inget gue masih jomblo, jadi gue urungin niat itu. Setelah bolak-balik dengan penuh rasa jomblo, akhirnya gue nemu ruang 12-18 yang ternyata terpisah dari lorong atau labirin atau apapun itu namanya. Oiya, ruang 18 itu adalah ruang paling ujung, ada di sebelah WC, dan berada di kelas X-8 (entah kenapa gue lagi-lagi bertemu angka 8, beruntung sekali). Tapi suasanya di sekitarnya enak, ada di dekat ruang terbuka.
Test dimulai jam 8 pagi, sementara saat itu masih jam 7.30, jadi semua peserta test terpaksa menunggu selama 30 menit sebelum test dimulai. Gue mah cuman diem aja, melihat sekeliling, melihat siswa dari SMP lain (bahkan ada yang kayanya pacaran, aduh itu), berdoa agar testnya lancar dan sesekali mengerjakan soal matematika untuk test kali ini, menyenangkan sekali. Setiap ruangan berisi 20 orang, dan suasana kelas X-8 lumayan enak. Itulah yang membuat harapan gue keterima disini semakin bertambah, gue merasa lebih pede dan ganteng sekarang. Jam 8 tepat, bel dibunyikan dan ada perintah untuk masuk ruang ujian. Gue dan 19 orang lain masuk ruang 18 dengan tertib, tidak rusuh, apalagi sampai saling injak dan tidak ada yang berteriak "Saya belum kebagian. Allahu Akbar!!". Eh, bentar, itu mah pembagian sembako ya? Biarin deh.
Gue duduk sesuai denah yang ada di pintu kelas, yaitu di baris kedua meja ketiga (siapa sih yang peduli?). Di depan gue ada cewe dari SMP 7, di samping kiri dan belakang gue cewe dari SMP 2, dan di kanan gue cowo yang gue lupa SMP nya dimana, hehe. Tapi walau saat itu gue 'diapit' oleh banyak siswa dari SMP favorit di Bandung (dan juga karena kebanyakan di ruang 18 adalah siswa dari SMP favorit), tapi gue saat itu yakin bisa keterima di SMA Taruna Bakti. Oke, pengawasnya masuk nih. Saatnya memulai test.....
Test pertama : Matematika
Sebelum test, seperti biasa pengawas menyuruh kita berdoa dulu agar cepet dapet jodoh test nya lancar. Oiya, pengawasnya adalah Ibu-Ibu berjilbab yang kelihatannya baik, karena tidak terlihat gergaji mesin di tangannya (siapa tau ada yang nyontek). Setelah berdoa, pengawas membagikan soal dan LJK. LJK di Taruna Bakti ini berbeda dengan LJK saat Ujian Nasional. Kalau LJK Ujian Nasional kolom untuk mengisi jawabannya berbentuk bulat, kalau di Taruna Bakti kolom untuk mengisi jawabannya berbentuk lonjong atau oval, unik juga.
Setelah mengisi nama, nomor peserta, asal sekolah dsb. Gue akhirnya memberanikan diri buat buka soal, dan berharap soalnya mudah semua. Dan doa gue terkabul!! Soal matematika-nya adalah soal Ujian Nasional tahun kemarin (kemungkinan paket C), yang sudah sering sekali gue kerjakan untuk latihan sebelum Ujian Nasional beberapa hari yang lalu. Jadi, gue sudah hafal betul soal ini, bahkan mungkin tanpa ngitung dulu pun gue bisa menjawab soal ini dengan benar. Tapi, tanpa mengurangi rasa hormat terhadap soal dan agar tidak terlihat gegabah, gue tetap ngitung dulu sebelum menjawab, walaupun itu soal mudah. Dan saat membulatkan (atau lebih tepatnya melonjongkan) jawaban, gue selalu baca Bismillah dulu, dan berharap jawaban gue benar. Yah, namanya juga hidup.
90 menit kemudian semua lembar jawaban dikumpulkan. Dan Alhamdulillah sekali, 40 soal test matematika kali ini gue kerjakan dengan amat.sangat.lancar. Tidak ada halangan sama sekali, paling hanya ada 1 atau 2 soal yang awalnya membuat gue bingung, tapi akhirnya ketemu juga jawabannya. Saat itu gue amat sangat percaya diri bisa keterima di sekolah ini, dan masih tetap berharap. Gue sangat bersyukur atas 'cahaya dari Tuhan' tadi, gue sangat senang sampai-sampai gue hampir terjun (lagi) dari lantai 4, tapi gue inget kalo gue ini masih jomblo. Setelah ngumpulin LJK, semua dipersilahkan istirahat selama 30 menit sebelum menjalani test Bahasa Indonesia. Selama 30 menit itu gue hanya makan roti yang gue bawa dari rumah dan kembali melihat sekeliling. Indah sekali hari ini. Subhanallah :)
Test Kedua : Bahasa Indonesia
Sekitar jam 10 pagi bel kembali dibunyikan dan kembali ada perintah untuk memasuki ruang ujian. Ya, inilah saat nya test Bahasa Indonesia. Gue masuk ruang ujian dengan sangat percaya diri (setelah test Matematika tadi) dan tetap berharap kalo soal Bahasa Indonesia adalah soal UN tahun kemaren, atau setidaknya soal yang pernah gue kerjakan selama latihan UN kemaren. Tapi ternyata soal B. Indonesia ini ternyata bertolak belakang dengan soal matematika tadi. Ya, anda benar, soalnya SUSAH BANGET COY!! Entah gue kurang beruntung atau memang soalnya susah. Dan gue perkirakan soal B. Indonesia ini adalah soal untuk SMA, entah itu benar atau gue aja yang belum belajar soal kaya gitu, gatau deh. Oiya, pengawasnya kali ini beda lagi, memang sama Ibu-Ibu, tapi kali ini gak pakai jilbab dan mukanya sedikit judes, tapi tampaknya baik hati. Tapi itu tetap gak bisa membuat soal ini kelihatan mudah. Haduh, mampus gue.
Soal-soal yang tercantum benar-benar aneh dan gak pernah gue pelajari sebelumnya. Hiponim lah, homonim lah, dan berbagai macam kata aneh lainnya. Dibanding gue yang kelihatan gila mengerjakan soal ini, gue melihat siswa lain anteng aja mengerjakan soal. Entah karena mereka bisa, atau karena mereka tidak ingin menunjukkan ekspresi kesusahan mengerjakan soalnya, seperti gue ini. Selain tingkat kesulitan soal yang menurut gue sudah tingkat 'professional expert', sialnya lagi waktunya hanya 60 menit alias 1 jam!! Buset, mengerjakan 50 soal dalam 1 jam, dan harus membaca soal secara teliti dulu, bayangkan bagaimana ekspresi kesusahan gue waktu itu. Mungkin lebih mengerikan dari ekspresi saat kita BAB, apa sih yang gue pikirkan....
Sungguh merepotkan mengerjakan 50 soal membaca dalam waktu 60 menit saja. Berbeda dengan matematika, kita disuruh mengerjakan 40 soal dalam waktu 90 menit, dan tidak ada membaca, menyebalkan. Alhasil, gue mengerjakan test B. Indonesia ini dengan susah payah, lebih banyak nebaknya. Mungkin jawaban gue yang jawab dengan penuh keyakinan lebih sedikit daripada jawaban asal, rasionya sekitar 1:20. Dan saat waktu tersisa 15 menit lagi, gue kaget karena ada siswa yang sudah selesai mengerjakan soalnya. Oh Tuhan, dia benar-benar ajaib. Bagaimana bisa dia mengerjakan 50 soal membaca dalam 45 menit? Hebat sekali. Gue memprediksikan dia akan masuk calon 7 keajaiban dunia beberapa tahun ke depan. Tapi ternyata, bukan hanya dia yang ajaib. Beberapa detik kemudian siswa lain menyusul mengumpulkan LJK nya masing-masing. Oh Tuhan, ada banyak anak ajaib di ruangan ini!! Sedangkan gue? Gue masih banyak yang belum selesai, sekitar 15 lagi mungkin. Disaat inilah gue benar-benar putus asa, hilang harapan dan membutuhkan bantuan dari Tuhan. Awalnya juga gue bener-bener sempat putus asa tidak keterima disini. Tapi, akhirnya Tuhan memberikan pertolongan dengan cara yang kurang menyenangkan.
Jadi, disaat masa-masa kritis mengerjakan soal itu, gue masih ada kira-kira 15 soal belum dikerjakan. Sementara siswa lain kebanyakan sudah mengumpulkan, dan waktu tersisa sekitar 10 menit lagi. Apa yang harus gue lakukan? Akhirnya gue pilih cara cerdas tapi tidak tegas. Yang gue lakukan agar semua jawaban terisi adalah, jawab secara asal-asalan. Ya, inilah yang gue lakukan. Selama 10 menit tersisa gue mengerjakan 15 soal tersisa secara asal-asalan, tanpa lihat soal, bahkan ngebuletinnya pun asal aja, gak penuh dihitamkannya. Cara ini mengerikan emang, hanya boleh dilakukan dalam keadaan darurat. Setelah selesai dengan peristiwa darurat tadi, akhirnya gue mengumpulkan LJK gue ke pengawas. Gue menjadi salah 1 yang paling terakhir ngumpulin. Gue tetep berdoa semoga gue masih bisa keterima di sekolah ini.
Oiya, sebelum dipersilahkan keluar ruangan. Oleh pengawas semua siswa diberikan selebaran untuk memilih penjurusan. Karena kurikulum baru ini menegaskan bahwa penjurusan di SMA sudah dimulai dari kelas 10. Oke, setelah masing-masing mendapat 1 selebaran. Kami pun berdoa. Setelah itu keluar ruang ujian. Ada yang berwajah gembira, ada yang galau, dan berbagai macam ekspresi yang dapat dilihat saat itu. Sementara gue memasang wajah gembira karena berhasil mengerjakan soal Matematika dan galau karena masih jomblo. Setelah itu gue dan beberapa siswa lain turun ke lantai 1. Ada yang langsung pulang, ada yang ngobrol dulu sama temen, dan ada yang nunggu dijemput orang tuanya, seperti gue. Beberapa menit kemudian Ayah gue datang menjemput. Dan gue pun meninggalkan gedung Taruna Bakti, tapi besok gue akan kembali lagi kesini :)
Terima kasih bagi yang sudah membaca. Mohon maaf jika terlalu panjang. Semoga hari anda baik. Wassalam :D
0 komentar