Memento Mori

Desember 24, 2018

Memento Mori. Sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang artinya adalah "Ingatlah akan kematianmu". Dalam definisi yang lebih jauh lagi, kalimat ini mengajarkan kita agar kita selalu memberikan yang terbaik dalam hidup ini, dalam kita menjalani aktivitas sehari-hari lakukanlah semuanya itu seolah-olah itu adalah hari terakhir dalam hidupmu. Sehingga semua yang kamu lakukan memiliki arti bagi dirimu maupun orang lain. Dalam Islam sendiri, konsep dan esensi mengingat kematian ini juga banyak dibahas dalam Al-Qur'an dan Al-Hadist, seperti yang Allah SWT firmankan di QS Ali Imran: 85, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”, dan masih banyak lagi ayat di Al-Quran yang mengingatkan kita tentang pentingnya mengingat kematian. Dalam Islam sendiri kita dianjurkan banget untuk melakukan ibadah sebaik-sebaiknya dengan cara mengingat kematian, seolah itu adalah ibadah terakhirmu di dunia. Gue juga selalu inget salah satu khotbah Shalat Jumat pas gue SMP, dimana saat itu khatibnya bilang 'Orang yang cerdas dalam Islam itu bukan yang bisa ngafalin pelajaran, bukan juga yang nilainya bagus dan berprestasi, tapi orang yang cerdas adalah orang yang senantiasa mengingat kematian'. Berikut rujukan hadist Nabi Muhammad SAW untuk hal tersebut :

Ibnu Umar RA berkata, ''Aku datang menemui Nabi Muhammad SAW bersama 10 orang, lalu salah seorang Anshar bertanya, siapakah orang yang paling cerdas dan paling mulia wahai Rasulullah? Nabi menjawab, orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya, mereka itulah orang-orang yang cerdas, mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kehormatan di akhirat.'' (HR. Ath-Thabrani, disahihkan al-Munziri).

Pertama kali gue denger kalimat 'Memento Mori' ini adalah dari video TEDxITB yang dibawakan oleh Kak Nyoman Anjani, Presiden KM ITB Tahun 2013 - 2014. Di video itu, Kak Nyoman emang bawain topik 'Memento Mori - The Power of Remembering Death' alias selalu mengingat kematian sebagai kunci sukses dalam hidup kita. Dalam pembicaraannya, Kak Nyoman cerita tentang kakak kandung dan kakak iparnya yang meninggal karena tertimbun longsor di Pegunungan Himalaya akibat gempa besar 7.9SR yang melanda Nepal waktu tanggal 25 April 2015, dimana gue tau tentang berita tersebut karena mereka berdua yang meninggal adalah alumni sekolah gue yang juga anggota THC atau Taruna Hiking Club, salah satu eskul tertua dan paling populer di SMA gue. Kehilangan 2 anggota keluarga terdekat dalam waktu yang bersamaan tentunya berat banget, apalagi sampai saat ini jenazah mereka berdua gak ditemukan di reruntuhan gempa, cuman ditemuin dompet istri kakaknya aja. Makanya abis itu, Kak Nyoman bilang kalau momen kehilangan kakak kandung dan kakak iparnya sekaligus mengubah hidup dia dan juga mengubah cara pandang dia tentang kehidupan, dimana Kak Nyoman sendiri jadi lebih sadar untuk selalu mengingat kematian dan melakukan yang terbaik dalam hidup seolah hari ini adalah hari terakhir kita.


Dan belum lama ini, ada satu kejadian yang kembali mengingatkan gue tentang esensi Memento Mori. Yaitu waktu tanggal 22 Desember 2018 kemarin sekitar jam 21.30 malam, terjadi luapan air laut yang gede banget -- atau mungkin bisa dibilang tsunami -- di wilayah sekitar Selat Sunda, yang ada diantara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pantai Anyer, Pantai Carita, Pantai Tanjung Lesung yang merupakan pantai wisata yang cukup bagus dan terkenal, kena dampak tsunami yang cukup dahsyat itu. Juga beberapa bagian di Lampung Selatan. Kejadian tiba-tiba dan tanpa peringatan ini bikin gempar seluruh Indonesia, bahkan dunia, karena emang sebelumnya gak ada gempa besar kayak yang terjadi di Aceh tahun 2004 atau di Palu belum lama ini. Usut punya usut, penyebab kenapa bisa tiba-tiba muncul tsunami besar tanpa gempa ini disebabkan sama erupsi Gunung Anak Krakatau beberapa menit sebelumnya, dimana 'muntahan' gunungnya tumpah ke laut dan menyebabkan gelombang besar yang akhirnya sampai ke daratan, juga ditambah efek bulan purnama saat itu yang bikin laut pasang yang cukup besar. Kabarnya sendiri, gelombang besar yang sampai ke daratan tingginya sekitar 2 - 5 meter.

Banyak banget orang yang kena dampaknya karena memang terjadi tanpa peringatan dan udah mulai musim liburan, dimana pasti banyak orang dari mana-mana yang datang ke Pantai Carita, Pantai Anyer, dan Pantai Tanjung Lesung yang emang terkenal bagus dan lumayan bersih. Kalo dirinci, ada lima titik di Pandeglang yang kena dampaknya yaitu Tanjung Lesung, Teluk Lada, Sumur, Panimbang, dan Carita. Kalau di Serang sama Lampung Selatan, yang kena dampak tsunami adalah Anyer, Kalianda, Rajabasa, Sidomulyo, dan Katibung. Apalagi saat kejadian, di Resort Pantai Tanjung Lesung lagi ada acara Gatheting PLN yang ngundang Band Seventeen sebagai bintang tamu dan terbuka untuk umum, dimana pasti bakalan banyak korban dari acara itu. BNPB sendiri mencatat ada 429 orang meninggal dunia, 1485 luka-luka, 154 orang yang masih hilang, sekitar 16.082 orang mengungsi, itu belum lagi ditambah kerusakan materi kayak mobil, motor, rumah, penginapan, perahu, dan tempat wisata yang ada disana. Tentunya, gak ada yang nyangka tragedi malem itu bakal berdampak sebesar ini. Liat dampaknya yang besar ini, masa tanggap darurat pun ditetapkan buat kabupaten yang kena dampak, dimana Pandeglang sendiri menetapkan 14 hari, sementara Lampung Selatan 7 hari.
Salah satu dampak tsunami kemaren. Sumber : BBC Indonesia
Alhamdulillah, keluarga besar yang gue kenal gak ada yang meninggal atau hilang dalam tragedi kemarin, karena mereka sempet nyelematin diri dan ada juga rumah sodara gue yang emang ada di jalur evakuasi alias diatas gunung deket pantai, jadi aman sentosa. Tapi sayangnya, ada 2 sodara jauh gue, yang merupakan anak dari sepupu Ibu gue, yang sempet hilang di Pantai Tanjung Lesung dan hari ini keduanya udah ketemu setelah kemaren motornya udah ketemu duluan, tapi sayangnya mereka berdua ditemukan dalam keadaan meninggal dunia. Walaupun jujur gue gak tau sodara gue yang mana yang meninggal karena emang banyak banget sampe gue bingung, tapi gue tetep ikut sedih, berduka, dan juga berdoa buat mereka berdua dan keluarga inti sepupu Ibu gue yang semoga diberi ketabahan hati atas kehilangan ini. Sampai sekarang, keluarga gue disana beberapa ada yang ngungsi, pergi keluar kota, atau pun tetep tinggal disana (yang rumahnya gak kena) dan ikut bantuin evakuasi korban. Beberapa sodara gue yang tinggal di Bogor dan Jakarta pun ada yang pergi kesana buat nengok, memastikan, dan ngebantu apapun yang bisa kita bantu buat keluarga maupun semua orang yang kena dampaknya.

Setiap gue liat foto dan beritanya, hati gue ngerasa sediiiih banget karena gimana pun, gue lahir di salah satu kecamatan yang kena dampaknya yaitu Labuan, Kabupaten Pandeglang dan Ibu gue juga orang sana, jadi otomatis setengah jiwa gue adalah warga Pandeglang. Gue sendiri tiap tahun, biasanya menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha, masih rutin main kesana buat jenguk Nenek satu-satunya dan juga keluarga besar gue disana. Gue juga selalu main ke Pantai Carita, Pantai Anyer, atau pantai lain di sekitar sana sama sodara-sodara gue karena emang jaraknya cuman sekitar 10 menit dari rumah keluarga Ibu gue, kalo lagi niat bahkan sekeluarga gue pergi ke Resort Pantai Tanjung Lesung yang bagus banget dan udah diplot sama Kementrian Pariwisata buat jadi resort kelas dunia. Pantai-pantai yang gue sebutin diatas lumayan bersih, tenang, gak banyak karang, dan ombak yang santuy bikin gue dan sodara-sodara betah main disana, walau kadang banyak pungutan liar yang suka kelewatan gak jelas dan mahalnya, kecuali di Pantai Tanjung Lesung yang emang udah masuk kawasan wisata. Hal inilah yang bikin gue sedih karena tempat yang biasanya gue pasti lewatin tiap tahun, yang biasanya gue main disana, sekarang udah banyak yang hancur gara-gara tsunami kemarin. Beberapa foto yang beredar di internet, di berita pun ada beberapa yang gue tau dan pernah lewat sana.
Pantai Carita terakhir kali gue main kesana, Juni 2018.
Seperti yang udah gue bilang sebelumnya, kalo tsunami tiba-tiba ini memberikan dampak yang gede banget ke daerah Banten dan Lampung Selatan, ratusan orang meninggal dan ribuan mengungsi. Walaupun gue baca kalo semua korbannya itu orang Indonesia, tapi pasti gak semua orang sekitar sana, alias banyak juga yang dateng dari luar kota bahkan luar Pulau Jawa, karena emang udah musim liburan juga. Kalo gue nengok kesana sekarang, mungkin gue bakal sedih liat banyak korban berhamburan, mungkin dari mereka ada yang orang luar kota, yang lagi kerja, belum sempet ketemu keluarganya, mungkin ada juga yang keluarganya meninggal, kehilangan anak, ayah, ibu, suami, istri, saudara, kakek, nenek, temen, dan lain-lain. Entah kenapa, walau akhir-akhir ini di Indonesia lagi banyak banget bencana, tapi Tsunami Selat Sunda ini yang paling bikin gue merenung dan sedih dibanding waktu bencana di Lombok, Palu, atau Lion Air yang jatuh. Mungkin karena bencana kali ini terjadi di tempat kelahiran gue, di tempat gue biasanya menghabiskan waktu kalo lagi mudik. Nginget wajah orang-orang sana, cara mereka ngomong yang beda sama orang Sunda di Jawa Barat, orang sana yang motoran gak pake helm, anak-anaknya yang masih main pistol mainan, SPBU yang antrinya panjang banget, cara oknum ngambil pungutan liar di pantai yang ngaco, nginget daerah sana yang sebenarnya potensial tapi sayang kurang dikelola dengan baik, bikin gue sedih, padahal sebelumnya gue ngerasa biasa aja kalo main kesana, bahkan biasanya lebih seneng kalo gue main ke Solo, Surabaya, Malang, Jogja, dan lain-lain. Yah begitulah, kita emang akan lebih sedih kalo hal yang ada hubungannya dengan kita kena bencana.

Seumur hidup, gue Alhamdulillah jarang merasakan kehilangan orang yang deket banget dan gue cinta banget. Kehilangan disini maksudnya ditinggalkan karena meninggal dunia ya, bukan ditinggal waktu lagi sayang-sayangnya. Kehilangan orang dekat gue yang pertama kali itu tahun 2005, waktu kakek dari Ibu gue meninggal dunia, yang dimana saat itu gue baru kelas 2 SD, jadi gak banyak yang gue inget. Lalu sekitar tahun 2011 - 2012, kakek nenek gue dari pihak Ayah meninggal dunia, yang walau gue jarang ngobrol sama mereka karena gak paham cara ngomong Bahasa Jawa yang baik dan benar, tapi gue sedih kalo mengingat perjuangan mereka berdua saat sakit. Budhe atau kakak ayah gue juga meninggal dunia tahun 2013 kemarin, yang ngebuat keluarga besar gue berduka banget saat itu. Tapi ada salah saut momen dimana gue pernah hampir kehilangan Ayah gue yang hampir hanyut di salah satu pantai di Bali waktu gue masih kelas 5 SD, yang Alhamdulillah waktu itu Ayah gue berhasil diselamatkan oleh seseorang. Dan mungkin, momen ditinggalkan orang yang gue sayang banget mungkin terjadi tahun 2017 kemarin, dimana uwak / budhe atau kakak pertama Ibu gue meninggal dunia. Dari 3 saudara Ibu gue, dengan budhe yang inilah gue paling deket banget, dari gue baru lahir dimana gue sering diurusin sama beliau sampai gue segede sekarang. Bahkan sampai sekarang, gue masih susah percaya kalo beliau udah meninggal dunia, susah percaya kalo gue main ke tempat Ibu gue, gak ada lagi sambutan hangat, dipeluk, dicium, atau tangan gue yang terus digandeng sama budhe gue yang satu itu, kebiasaan sejak gue kecil. Kalo ngebayanginnya, gue suka sedih, karena gue bahkan gak bisa ngelayat waktu beliau meninggal dunia karena gue dan adik gue yang lagi dalam minggu UAS waktu itu, jadi cuman Ibu gue doang yang pergi kesana.

Kita sendiri gak akan pernah tau kapan kita bakal meninggal dunia, atau kapan orang yang kita sayang bakal meninggal dunia. Mungkin hari ini, besok, minggu depan, bulan depan, tahun depan, atau mungkin kita masih diberi kesempatan sampai puluhan tahun untuk tetep bareng mereka. Kita juga gak tau siapa yang akan meninggal duluan, mungkin orang tua, kakak, adik, sepupu, atau bahkan kita meninggal duluan pun sangat mungkin banget. Karena kematian gak akan liat usia, gak akan liat kita lagi ngapain dimana sama siapa, kalau udah waktunya meninggal ya pasti bakal terjadi walau kita lagi sehat bugar dan gak keliatan kita bakal mati, dan gak akan nunggu kita tobat dulu. Sebagai orang Islam sendiri, tentu gue dan banyak Muslim Muslimah yang pengen meninggal dunia dalam keadaan Khusnul Khatimah (mati dalam keadaan yang baik), aamiin. Makanya, kita orang Islam dianjurkan untuk selalu berbuat baik, beribadah yang khusyu dan tepat wakut, gak nunda-nunda, terutama shalat, karena kita akan meninggal sesuai dengan kebiasaan kita. Jadi ya, kalau kita rajin beribadah, berbuat baik, InsyaAllah kita bakal meninggal dalam keadaan baik juga, begitu pun sebaliknya. Kalau pun kita melakukan dosa ya wajar banget, tapi dianjurkan buat segera bertaubat dan mencoba gak ngulangin hal itu.

Buat hal ini, gue juga masih berusaha banget buat tetep melawan setan di dalam diri gue kalo lagi ada perasaan males ibadah.

Tapi jujur, kalo inget kematian sering banget bikin gue takut, banget malah. Hal yang biasanya paling gue takutin adalah, gimana kalo gue mati tapi belom solat, atau mati waktu lagi ngelakuin dosa, atau mati tapi masih punya utang ke orang lain. Hal lain yang biasanya bikin gue deg-degan adalah gimana rasanya nanti kalo kiamat, nanti di Padang Mahsyar gimana, penghisaban gimana, dan lain-lain sesuai yang gue baca dan gue pelajarin dari kecil. Atau bahkan, ngebayangin tinggal di surga selama-lamanya pun suka bikin gue penasaran dan agak deg-degan, apalagi ngebayangin di neraka (naudzubillah) karena belum kebayang di otak gue definisi 'selama-lamanya' itu berapa lama dan apa nanti bakal ada dunia lagi? Entahlah, Wallahu alam. Yah, walaupun saat ini gue suka telat atau gak terlalu baik ibadahnya, gak kayak waktu SMA atau bahkan SMP yang gue sering diskusi lintas agama dengan temen-temen gue, tapi tetep aja mengingat hal-hal tadi masih membuat gue ngeri dan sejenak, memotivasi gue buat beribadah yang benar dan tepat waktu. Apalagi, sekarang ini udah banyak banget berita atau akun yang ngingetin kita kalo kiamat udah deket dari banyak tanda yang udah mulai muncul sesuai keterangan di Al-Quran dan Hadist, yang tentu ngebuat gue makin takut kalo kiamat bakal kejadian waktu gue masih hidup. Nobody knows.

Tsunami Selat Sunda kemarin dan kematian 2 saudara jauh gue membuat gue kembali mencoba memahami esensi Memento Mori atau mengingat kematian ini. Secara gak sadar, semakin sering kita mengingat kematian atau memahami esensi Memento Mori akan ngebuat kita lebih termotivasi untuk menjalani hidup dan beribadah sebaik-baiknya, karena Memento Mori ini juga mengajarkan kita kalo kematian bisa aja datang tiba-tiba tanpa ada tanda sebelumnya, kayak yang terjadi waktu bencana Selat Sunda kemarin, atau bencana lain yang pernah terjadi di dunia ini. Semakin kita merasa takut mati, semakin besar kemungkinan kita akan melakukan ibadah dan berbuat baik kepada sesama, juga mengurangi kemungkinan kita berbuat dosa karena takut tiba-tiba meninggal padahal belum sempet berbuat baik. Seperti yang Kak Nyoman bilang dalam video diatas, kalau apalah daya kita sebagai manusia yang punya mimpi, cita-cita, tujuan, dan lain-lain kalau Tuhan berkehendak lain dan memanggil kita sebelum mewujudkan semua mimpi kita. Dalam Islam atau agama lain pun pasti udah sering manusia diperingatkan untuk mempersiapkan kematian yang baik waktu masih dikasih kesempatan hidup, jangan sampai menyesal waktu udah meninggal. Ada orang yang mungkin mempersiapkan dengan baik, tapi pasti ada juga yang gak tau atau bahkan gak peduli, yang penting enak hidup di dunia tapi gak tau kalo udah mati gimana.

Jadi, ya, mumpung kita masih diberi kesempatan hidup, cobalah hidup dengan sebaik-baiknya, ibadah yang bener, berbuat baik ke orang lain, kurangi sombong, iri dengki, dan segala penyakit hati lain. Kita gak akan tau kapan kita bakal mati, dimana, dan gimana caranya. Dalam hidup sendiri, pasti banyak kejadian personal yang secara gak langsung membuat kita harusnya mengingat esensi Memento Mori dan mencoba evaluasi diri ke depannya. Entah itu kehilangan keluarga, temen, saudara, dan lain-lain. Buat gue, momen Memento Mori ini adalah Tsunami Selat Sunda kemarin, yang membuat gue bersyukur gue gak lagi main kesana saat itu dan masih diberi kesempatan memperbaiki diri gue, entah sampai kapan. Mungkin bencana kemarin bisa dibilang menampar gue yang selama kuliah ini udah agak mundur ibadahnya, solatnya, ngajinya, sedekahnya, dan lain-lain. Kadang, Memento Mori juga kembali mengingatkan gue akan untuk apa sih gue hidup dan apa tujuan utama gue dalam hidup ini, yang biasanya mengarah ke pikiran untuk apa kita ngejar-ngejar dunia yang sementara ini. Karena sebaik-baiknya bekal adalah ilmu dan amal yang bisa dibawa ke akhirat. Yah, semoga kita semua bisa jadi lebih baik ke depannya.

Jadi, apa momen Memento Mori buat kalian sendiri ?

Wassalam.

You Might Also Like

0 komentar