She Lost Herself In The Sadness

Juni 11, 2015

Angin mulai terasa dari arah barat, Ivana pun mulai memasuki area pemakaman secara perlahan-lahan, mulai membaca doa untuk para "penghuni"-nya dan berharap tidak diculik oleh arwah disana dan dijadikan pembantu rumah tangga. Setelah itu, dia mulai mencari-cari, sepertinya mencari batu nisan seseorang. Aku tidak tau siapa, tapi setelah 3 menit mencari tampaknya ia menemukan apa yang ia cari :

Disini terbaring mimpi dan harapan Florence Nicholson

Ya, hanya itu yang tertera, tak ada keterangan lain

***********

Ia hanyalah seorang anak perempuan yang tinggal bersama Ayahnya, yang bekerja sebagai teknisi kereta di stasiun Bordeaux. Ibunya sudah meninggal saat melahirkan Florence, dan sekarang ia tinggal bersama Ayahnya di sebuah apartemen kecil dan kumuh yang berada di dekat stasiun. Florence tidak tau siapa lagi keluarganya, selain Ayahnya sendiri dan Pamannya yang pemabuk dan tinngal luntang-lantung di luar sana.


Ayahnya tidak terlalu mampu untuk membiayai sekolah Florence, jadi ia terpaksa keluar dari sekolahnya saat ia baru kelas 3 SD dan hanya mendapat pelajaran dari Ayahnya ketika ia sudah pulang dari stasiun, itupun hanya sekedar dongeng sebelum tidur. Walau begitu, Ayahnya sering sekali mengajak Florence ikut ke stasiun tempatnya bekerja.

Florence senang waktu diajak ke tempat Ayahnya bekerja. Kadang kala Ayahnya mengajari ia soal mesin-mesin kereta dan mesin-mesin lain serta bagaimana cara kerjanya. Selain itu ia juga sering diberi tau soal mekanisme mesin jam, Ayahnya dulu bekerja sebagai pembuat jam yang terkenal, tapi akhirnya bangkrut setelah tempat usahanya mengalami kebakaran saat Florence belum lahir. Selain diajari soal mesin, biasanya Florence hanya disuruh main di sekitaran stasiun, kadang kala istri teman Ayahnya ikut menemani dia berjalan-jalan, dan terkadang ia bermain sendiri saja, atau ditinggal di apartemen.

Florence mewarisi kecerdasan Ayahnya soal mesin. Di umurnya yang masih 9 tahun, ia sudah paham betul tentang mesin, khususnya mesin jam, karena memang mesin kereta api terlalu berat untuknya. Jika sedang bosan, ia sering kali disuruh membenarkan jam tua yang sering rusak di stasiun itu oleh Ayahnya.

"Hei Flo, kau lihat jam tua yang rusak itu? Cobalah kau naik ke atas sana dan coba perbaiki dengan apa yang Ayah sering katakan padamu. Jika kau tak bisa, tak apa. Kau bisa melihat seluruh isi stasiun dari celah di jam itu. Pasti menyenangkan buatmu daripada harus memelototi mesin kereta yang rumit ini"

Terkadang, ia memang bisa memperbaiki jam tua itu, tapi terkadang ia tidak bisa memperbaikinya karena tenaganya yang kecil kesulitan mendorong gir-gir seukuran ban truk itu untuk berputar kembali, melihat seluruh stasiun dari celah jam itu. Menyengkan baginya melihat banyak orang berlalu-lalang di stasiun itu. Ada yang ingin bepergian jauh, ke Jerman Italia Belanda Austria atau bahkan Spanyol. Tapi ada juga yang mungkin hanya bepergian ke Lyon atau Paris untuk istirahat sejenak. Terkadang ia juga ingin bepergian ke suatu tempat dari stasiun ini, tapi entahlah, mungkin ia bisa melakukannya saat dewasa nanti.

//////////

Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke 10. Biasanya, di hari ulang tahun Florence, Ayahnya akan mengajak ia ke bioskop di kota dan menonton film yang sedang ramai dibicarakan saat itu, lalu mengajak Florence makan di restoran masakan Padang kesukaan Florence.

Malam hari sebelum dia ulang tahun, Florence menunggu sendirian di apartemen, menunggu kedatangan Ayahnya. Hari itu Florence memang pulang duluan, ia bosan dan ingin membaca buku cerita saja di rumah.

Pukul 9, Ayahnya belum juga datang. Biasanya pukul segini Ayahnya sudah membuka pintu dan memeluk Florence, tapi saat ini belum datang juga, Florence mencoba berpikir baik dan mengira bahwa Ayahnya hanya telat pulang karena salju cukup deras hari ini.

Pukul 10, Ayahnya belum juga tiba. Florence sudah sangat mengantuk, maka ia pun tertidur, dengan rasa penasaran mengapa Ayahnya belum pulang juga.

///////////

Kebakaran besar terjadi di stasiun Bordeaux pada pukul 8 malam. Penyebabnya adalah kesalahan perhitungan salah satu teknisi disana sehingga salah satu mesin meledak dan memercikan api besar yang akhirnya membakar seluruh stasiun. Ayah Florence ada di dekat pemicu kebakaran waktu itu, dan tentu kalian sudah bisa menebak apa yang terjadi.

Dia meninggalkan putri kecilnya yang menunggu dengan kelelahan di apartemen mereka yang kecil dan kumuh, di waktu malam ulang tahun putrinya.

//////////

Keesokan paginya, Florence terbangun oleh terbukanya pintu apartemen mereka. Yang datang bukanlah Ayahnya, tapi Paman Mathieu.

"Kemasi barangmu, gadis kecil. Ayahmu sudah meninggal, dan sebagai saudara satu-satunya, aku akan merawatmu sekarang" kata Paman Mathieu yang bau alkohol masih tercium dari mulutnya.

Ia sebenarnya tidak terlalu paham maksud Pamannya, tapi secara tak sadar ia mulai mengemasi pakaiannya dalam tas besar milik Ayahnya.

Sambil berjalan, Pamannya menjelaskan tentang kebakaran di stasiun, dan Florence menangis sejadi-jadinya dan ingin rasanya menjatuhkan diri saja di sungai.

"Kau akan menjadi muridku, aku akan mengajarimu cara memperbaiki mesin yang lebih rumit. Lagi pula, sekarang aku sudah terlalu tua untuk mesin-mesin itu"

Ia akan tinggal di apartemen Pamannya yang lebih besar, ia hanya tinggal bersama seekor kucing berbulu emas bernama Claude. Sama seperti Kakanya (Ayah Florence), Paman Mathieu adalah seorang teknisi mesin jam di sebuah perusahaan terkenal di Jerman, tapi 2 tahun lalu ia dipecat karena ketauan sering mencuri alat-alat disana untuk membuat alat sendiri. Dan sekarang ia lontang-lantung di jalanan Bordeaux, biaya hidupnya kadang ditanggung oleh Kakaknya, yang tidak tega melihat Adiknya menderita.

**********

Pamannya mengajari ia tentang mesin lebih jauh dari Ayahnya. Ia sering disuruhnya memperbaiki jam di pusat kota, yang mana dulu itu sering dilakukan oleh Paman Mathieu. Paman Mathieu sering sekali pulang pada pagi hari, atau malah tidak pulang selama berhari-hari. Maka dari itu ia meminta pekerjaan di seorang Kakek tua pemilik kios mainan di dekat kantor Walikota. Kakek itu (yang diketahui bernama Pierre) sangat takjub terhadap kemampuan Florence dalam memperbaiki mainan rusak. Jika sudah selesai, ia akan memanggil anak angkatnya, Ivana, dan menyuruh Ivana mengajak Florence ke suatu tempat untuk bersenang-senang. Ivana sendiri berusia 5 tahun lebih tua dari Florence.

Lama kelamaan, Paman Mathieu mulai mengajari hal lain, yaitu mencuri. Ia sangat takjub terhadap Paman Mathieu dalam hal ini, karena dia bisa melakukannya seperti tukang sulap, tidak pernah ketauan. Mulai dari sini, ia sering mencuri alat-alat kecil milik Tuan Pierre untuk dipelajari dan membuat alat sendiri di apartemen Paman Mathieu.

Suatu hari, Paman Mathieu tidak pulang selama berhari-hari. Florence tidak berminat mencari tau kemana Paman Mathieu pergi dan tetap bekerja untuk Tuan Pierre sampai saat ini ia berusia 16 tahun, masih sering mencuri alat disana tanpa ketauan, dan tetap berteman dengan Ivana.

Ini adalah hari yang nahas bagi Florence. Awalnya ia ingin mencuri sebuah mainan yang mewah dan mahal di toko Tuan Pierre, Ivana mendapatinya dan berkata "Flo, apa yang kau lakukan? Kau tidak seharusnya mencuri itu. Aku akan berkata kepada Papa Pierre"

Mendapat laporan dari anak angkatnya, Tuan Pierre kecewa dan berkata "Flo, entah apa yang harus kukatakan lagi padamu. Aku tau kau sering mencuri alat-alat kecilku sejak dulu, aku tau Flo, jangan kau sangka aku tak tau. Selama ini aku membiarkanmu karena itu hanya alat kecil dan aku takjub pada kemampuanmu. Tapi sekarang mengapa kau melakukan ini, nak. Kau masih sangat muda. Aku akan memaafkanmu jika kau berjanji takkan mengulanginya lagi"

Florence, yang waktu itu masih remaja puber, terlihat tertekan pada perkataan 2 orang terdekatnya (setidaknya begitulah yang saya inginkan), padahal yang dikatakan Ivana dan Tuan Pierre, ya, demi kebaikannya sendiri. Tapi karena didikan masa kecilnya sebagai pencuri, yang tertekan bila ketauan, membuat Florence stress dan akhirnya lari dari toko itu, saat itu juga, tanpa tujuan, di antara salju yang turun di jalanan Bordeaux.

Florence berlari tanpa arah, ia tak tau dimana ia sekarang, ia tak peduli, ia hanya ingin berlari sejauh mungkin, menghindair semua ini. Ia tau ia sudah merusak kepercayaan orang yang dekat dengannya sejak Ayahnya meninggal dan Paman Mathieu tidak diketahui kabarnya (dan katanya Paman Mathieu dipenjara karena terlibat dalam pencurian di salah satu toko perhiasan terkenal di Bordeaux).

Ia terus berlari, sampai malam tiba. Malam itu hujan salju yang deras melanda Bordeaux. Malam itu Florence masih berlari kebingungan, tanpa arah, dan ia tak tau ia dimana sekarang. Mungkin ia sudah sampai Monako saat ini.

Ia terus berlari, ia sendirian, begitu juga pikiran dan jiwanya, yang menganggap ia sendirian dan tidak pantas tinggal bersama orang lain. Sampai akhirnya...

Bruk!!

Dan terdengar suara seseorang terjatuh ke dalam sungai. Sungai yang sangat dingin, di malam hari, sungai itu tidak membeku, entah kenapa, mungkin sungai itu lupa diri.

Sesudah itu, Florence tak sadarkan diri. Di tengah heningnya malam bersalju di Prancis. Di dalam air sungai yang sangat dingin. Ia masih tetap sendirian dan masih tetap berpikir bahwa ia sendirian.

Ia tetap tak sadar setelah beberapa menit. Karena memang begitulah seharusnya.

**********

Badai salju tetap melanda bagian selatan Prancis di Minggu itu. Aktivitas kota-kota besar lumpuh selama badai salju itu, banyak toko tutup dan fasilitas umum tak berfungsi. Masyarakat hanya berdiam diri di dalam rumah dan apartemen mereka. Berharap badai ini segera berakhir.

Begitu juga Ivana, Tuan Pierre dan Nyonya Pierre. Mereka begitu mencemaskan Florence. Mereka tidak tau penyebab mengapa Florence pergi begitu saja. Mereka tidak tau kemana Florence pergi (bahkan Florence pun tak tau kemana ia pergi). Mereka berharap badai segera berakhir dan tentu berharap Florence baik-baik saja dan sudi untuk kembali ke toko mainan mereka. Tuan Pierre sudah memaafkan Florence, tentu.

**********

Akhirnya, badai salju di selatan Prancis berakhir setelah 4 hari melanda. Tuan Pierre dan keluarganya masih berharap Florence dapat ditemukan dalam keadaan selamat.

Sekitar 2 hari setelah badai salju berakhir. Ditemukan seorang mayat yang mengambang di tepi Sungai Garonne yang jauh dari pusat kota Bordeaux. Sungai itu masih belum membeku, dan tidak ada yang tau siapa mayat perempuan itu. Mayatnya membiru, diduga terjatuh ke dalam sungai dan mati karena kedinginan.

Ya, itu Florence.

**********

Keluarga Tuan Pierre begitu terpukul mendengar kabar ini. Mereka berencana mengurus mayat Florence dan memakamkannya di pemakaman umum di dekat stasiun tempat Ayahnya dulu bekerja. Paman Mathieu yang sudah bebas dari penjara 3 bulan lalu, mengetahui kabar kematian keponakannya di berita dan mengunjungi keluarga Pierre setelah tau mereka akan mengurus mayatnya. Paman Mathieu berkata ia adalah Pamannya Florence, dan mereka akan mengurus Florence bersama-sama sampai hari pemakamannya.

Seminggu kemudian, ia dimakamkan, di tempat pemakaman umum dekat stasiun Bordeaux, di dekat makam Ayah dan Ibunya. Ia dimakamkan hanya dengan nama belakang Ayahnya yang merupakan imigran dari Swedia, Florence Nicholson. Tanpa keterangan tanggal lahir atau tanggal kematian, karena memang tidak ada yang tau.

//////////

Seharusnya, ini hari ulang tahun Florence ke-17.

Ivana datang ke makam Florence seorang diri, karena Ayahnya sedang ada urusan di Paris dan Ibunya sedang sakit. Ia mencari lokasi makam Florence selama 3 menit lamanya, dan akhirnya menemukannya.

Di sana, ia mulai berdoa untuk ketenangan Florence yang malang, yang mengira dirinya hanya sendirian saat ia kabur dari toko mainan Ayahnya. Tak lupa ia menaburkan bunga di atas makam Florence, dan akhrinya pergi dari sana, sambil menangis tentunya.

//////////

"Satu-satunya waktu yang kita sia-siakan adalah waktu yang kita habiskan dengan mengira bahwa kita hanya sendirian" - Mitch Albom, buku Five People You Meet In Heaven.

You Might Also Like

0 komentar